Jakarta, CNBC Indonesia – Bank Indonesia tengah membangun Pusat Data Transaksi hingga lima tahun mendatang, untuk merekam data-data transaksi yang telah memanfaatkan sistem pembayaran digital yang telah disediakan BI selama ini, mulai dari QRIS, BI Fast, hingga Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP).
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, data transaksi itu akan BI seragamkan bahasanya, sesuai dengan bahasa data internasional sesuai dengan ISO 20022. Dengan begitu, data transaksi itu bisa diterjemahkan dalam bahasa yang bisa dibagikan kepada pihak-pihak lain.
“BI sedang buat pusat data pembayaran, dengan standar bahasa-bahasa yang internasional ISO 20022, sehingga data anda-anda bisa kita AI (artificial intelligence] kan, bisa kemudian kita gunakan untuk inovasi dalam pembayaran, pakai biometrik segala macam,” kata Perry dalam acara Birama 2023 di kantornya, Jakarta, Kamis (30/11/2023).
Pembagian data itu akan bermanfaat bagi industri untuk mengetahui pola transaksi masyarakat termasuk untuk kepentingan kredit. Karena itu, Perry mengatakan, akan bisa digunakan oleh industri untuk menjadi basis dalam menjalankan bisnis, termasuk menjadi basis data bagi masyarakat yang ingin membangun perusahaan rintisan atau startup.
“Itu yang lima tahun ke depan bangun pusat data dari data QRIS, data BI Fast, data SNAP. Dengan data bahasa yang sama, internasional, kita akan bangun pusat datanya, kemudian kita kerja sama dengan industri, industri bisa menggunakan menjadi startup,” ucap Perry.
“Jadi para mahasiswa-mahasiswa, dirikan startup dengan menggunakan AI ini,” tegasnya.
Kendati begitu, Perry menekankan, pembagian data transaksi dari Pusat Data Transaksi itu tidak akan dilakukan secara serampangan, sebab akan tetap mematuhi prinsip perlindungan data pribadi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
BI pun akan mengklasifikasikan data yang ada di pusat data itu menjadi tiga bentuk, pertama ialah data publik yang sifatnya terkait dengan prinsip know your customer. Misalnya, penggunaan data untuk anti pencucian uang, pendanaan terorisme, hingga perlindungan konsumen.
Kedua ialah klasifikasi data yang bahasanya khusus disepakati industri. Data inilah yang akan berbasiskan data transaksi QRIS, BI Fast, dan Snap. Penggunaannya semata untuk fokus pada pola perilaku konsumen sesuai dengan kesepakatan dalam consumer consent.
“Data itu yang kemudian itu adalah basisnya consumer consent, jadi kita harus berikan consent agar data itu bisa dishare, kalau enggak chaos,” ucap ketiga.
Data ketiga, atau yang terakhir dalam pengklasifikasian itu ialah data pribadi. Data pribadi ini yang tidak akan dibagikan atau di share karena merupakan data yang telah dilindungi undang-undang untuk dijaga kerahasiaannya.
Artikel Selanjutnya
BI Ternyata Tidak Terima Apapun dari Tarif QRIS, Ini Faktanya
(dem/dem)