Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah derasnya arus dana asing ke pasar keuangan domestik tiga pekan beruntun.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka menguat di angka Rp15.400/US$ atau terapresiasi 0,52%. Penguatan ini juga sejalan dengan penguatan Jumat (1/12/2023) sebesar 0,16%.
Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 09.00 WIB naik tipis 0,01% menjadi 103,27. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan Jumat (1/12/2023) yang berada di angka 103,26.
Pergerakan rupiah hari ini terjadi di tengah arus dana asing yang masuk ke domestik hingga tembus Rp15 triliun.
Data transaksi yang dirilis BI pada 27 – 30 November 2023, investor asing di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp15,92 triliun (beli neto Rp10,60 triliun di pasar SBN, beli neto Rp0,38 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp4,94 triliun di SRBI).
Hal ini jauh lebih besar atau sekitar 100% lebih besar dibandingkan pekan keempat November yakni sebesar Rp7,03 triliun atau pekan ketiga November yakni Rp7,33 triliun. Dengan kata lain, dalam tiga pekan terakhir, net buy asing ke pasar keuangan Indonesia sekitar Rp30 triliun.
Selain itu, dana asing yang masuk ke Indonesia pada pekan lalu menjadi yang tertinggi sepanjang 2023. Catatan terbaik sebelumnya adalah pada pekan ketiga Januari sebesar Rp14,8 triliun.
Lebih lanjut, PMI manufaktur Indonesia naik tipis ke angka 51,7 pada periode November 2023. Angka ini merupakan perbaikan setelah indeks PMI terjun ke 51,5 pada Oktober 2023, level terendah dalam lima bulan terakhir. PMI sempat jatuh selama dua bulan beruntun pada September dan Oktober 2023.
PMI manufaktur Indonesia sudah berada dalam fase ekspansif selama 27 bulan terakhir. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.
Untuk diketahui, S&P Global menjelaskan kenaikan PMI ditopang oleh meningkatnya pesanan baru. Pesanan naik didukung oleh perbaikan kondisi permintaan dan ekspansi basis pelanggan.
Beralih ke eksternal tepatnya AS, inflasi AS telah melandai. Alhasil pelaku pasar meyakini suku bunga AS saat ini yakni 5,25-5,5% menunjukkan puncaknya dan berpotensi dipangkas pada semester I-2024.
Kendati demikian, Ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell pekan lalu menyebut menolak ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga agresif di masa depan dan menyebutnya terlalu dini untuk menyatakan kemenangan atas inflasi.
Meskipun terdapat serangkaian indikator positif mengenai harga baru-baru ini, pemimpin bank sentral tersebut mengatakan bahwa Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) berencana untuk “menjaga kebijakan tetap ketat” sampai para pembuat kebijakan yakin bahwa inflasi akan kembali ke 2%.
“Masih terlalu dini untuk menyimpulkan dengan keyakinan bahwa kita telah mencapai sikap yang cukup membatasi, atau berspekulasi mengenai kapan kebijakan akan dilonggarkan,” kata Powell dalam pidatonya di depan audiensi di Spelman College di Atlanta.
“Kami siap untuk memperketat kebijakan lebih lanjut jika diperlukan.” Ujar Powell.
Hal ini dapat memberikan tekanan bagi BI serta pasar keuangan domestik dan nilai tukar rupiah karena berpotensi mengalami depresiasi ke depan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Artikel Selanjutnya
Segini Harga Jual Beli Kurs Rupiah di Money Changer
(rev/rev)