Jakarta, CNBC Indonesia – Kabar mengenai kasus perselingkuhan PNS asal Mojokerto mendadak viral. Bupati Mojokerto pun sudah memerintahkan inspektorat untuk menjatuhkan sanksi pada para pelaku.
Kabar itu berawal saat pegawai negeri sipil (PNS) di Mojokerto berinisial RP (34) digerebek suaminya RF (35) dengan pria idaman lain (PIL) berinisial IM (40) yang ternyata adalah teman sekantornya.
Diberitakan detik, IM merupakan pegawai harian lepas (PHL) yang juga berdinas di Bagian Administrasi Pembangunan Setda Kabupaten Mojokerto. Sehari-hari RP dan IM bekerja di ruangan yang sama.
Selingkuhan RP itu merupakan warga Desa Sidomulyo, Bangsal, Mojokerto. Menurut Tatang, IM sudah beristri dan telah mempunyai dua anak.
Pasangan selingkuh itu kemudian dibawa ke Kantor Desa Sambiroto untuk dimediasi. Namun, mediasi itu tidak mencapai kata damai. RF, pun melaporkan dugaan perzinaan yang dilakukan istrinya ke Unit PPA Satreskrim Polres Mojokerto.
Terlepas dari apapun motif selingkuh, perbuatan ini juga bisa merusak kesehatan finansial pelaku baik dalam waktu cepat atau sebaliknya. Berikut adalah dampak buruk selingkuh dalam urusan finansial yang harus diketahui.
Masalah karier yang berujung kehilangan penghasilan
Bukan tidak mungkin seseorang akan dikenakan sanksi dari tempat kerja atas perbuatan ini, apalagi jika hal ini menjadi viral. Instansi tempat mereka bekerja pun bisa terkena imbasnya.
Ketika seseorang dipecat dari tempat kerjanya karena kasus ini, maka akan ada risiko kehilangan pendapatan yang berujung masalah keuangan di kemudian hari yang bisa membahayakan keluarga.
Selingkuh dalam kacamata hukum
Istilah perselingkuhan itu sendiri tidak diatur di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), namun KUHP melarang perbuatan zina dan kohabitasi atau yang sering disebut dengan istilah kumpul kebo.
Ketentuan perzinahan diatur di Pasal 411 KUHP, dengan ancaman hukuman satu tahun penjara dan denda kategori II senilai Rp 10 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 79 KUHP.
Sementara itu larangan kohabitasi sendiri ada pada Pasal 412 KUHP dengan ancaman penjara paling lama enam bulan dan denda maksimal Rp 10 juta.
Dua pasal tersebut menegaskan bahwa pidana zina dan kohabitasi adalah delik aduan, yang artinya hanya bisa diproses hukum jika ada aduan dari suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Namun juga bisa dilaporkan orangtua atau anak.
Pengaduan ini juga dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang belum dimulai.
(aak/aak)